A. Pengertian hadits
maudhu’
HADITS secara bahasa berarti الجديد, yaitu sesuatu yang
baru, selain itu hadits pun berarti الخبر , berita. Yaitu sesuatu
yang diberitakan, diperbincangkan, dan dipindahkan dari seseorang kepada
orang yang lain. Sedangkan موضع merupakan derivasi dari kata
وضعا وضع
– يضع – yang secara bahasa berarti menyimpan, mengada-ngada
atau membuat-buat.
Adapun pengertian hadits maudhu’ (hadits palsu) secara istilah
ialah:
ما نسب الى رسول الله صلى الله عليه و السلام إختلافا و كذبا ممّا لم
يقله أويقره
“ Apa-apa yang disandarkan kepada Rasulullah secara dibuat-buat
dan dusta, padahal beliau tidak mengatakan dan memperbuatnya.”
Menurut Dr. Mahmud Thahan didalam kitabnya mengatakan:
اذا كان سبب الطعن فى الروى هو الكذ ب على رسول الله فحد يثه يسمى
الموضع
“Apabila
sebab keadaan cacatnya rowi dia berdusta terhadap Rasulullah, maka haditsnya
dinamakan maudhu’.”
Sedangkan pengertian hadist maudhu’ menurut istilah ahli hadist
adalah :
مَا نُسِبَ اِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ .
اِخْتِلاَقًا وَكَذَبًا مَمَّالَمْ يَقُلْهُ أَوْيُقِرْهُ . وَقَالَ بَعْضُهُمْ
هُوَ اَلمْخُتَلَقُ اْلمَصْنُوْعُ .
Artinya :
“Hadist
yang disandarkan kepada Rasulullah SAW, secara dibuat-buat dan dusta, padahal
beliau tidak mengatakan dan tidak memperbuatnya. Sebagian mereka mengatakan
bahwa yang dimaksud dengan hadis maudhu’ ialah hadis yang dibuat-buat
B. Sejarah
perkembangan Hadits maudhu’
Para ahli berbeda pendapat dalam menentukan kapan mulai terjadinya
pemalsuan hadits. Diantara pendapat-pendapat yang ada sebagai berikut:
a. Menurut Ahmad Amin, bahwa hadits palsu terjadi sejak jaman
Rasulullah Saw, beliau beralasan dengan sebuah hadits yang matannyaمن كذب
عليّ متعمّدا فليتبوّأ مقعده من النّار . Menurutnya hadits tersebut
menggambarkan kemungkinan pada zaman Rasulullah Saw. telah terjadi pemalsuan
hadits. Akan tetapi pendapat ini kurang disetujui oleh H.Mudatsir didalam
bukunya Ilmu Hadits, dengan alasan Ahmad Amin tidak mempunyai
alasan secara histories, selain itu pemalsuan hadits dijaman Rasulullah Saw.
tidak tercantum didalam kitab-kitab standar yang berkaitan dengan Asbabul
Wurud. Dan data menunjukan sepanjang masa Rasulullah Saw. tidak pernah ada
seorang sahabatpun yang sengaja berbuat dusta kepadanya.
b. Menurut jumhur
muhadditsin, bahwa hadits telah mengalami pemalsuan sejak jaman khalifah Ali
bin Abi Thalib. Sebelum terjadi pertentangan antara Ali bin Abi Thalib dengan
Muawiyah bin Abu Sufyan.
Namun Berdasarkan data sejarah, pemalsuan hadist tidak hanya
dilakukan oleh orang-orang Islam, tetapi juga dilakukan oleh orang-orang non
Islam. Ada beberapa motif yang mendorong mereka membuat hadist palsu,
antara lain adalah :
1) Pertentangan Politik
Perpecahan umat Islam akibat pertanyaan politik yang terjadi pada
masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib sangat besar berpengaruh terhadap
pemunculan hadist-hadist palsu.Masing - masing golongan berusaha mengalahkan
lawan dan mempengaruhi orang-orang tertentu, salah satunya adalah membuat
hadist palsu. Akibat perpecahan politik ini, golongan syi’ah membuat hadist
palsu. Golongan inilah yang pertama-tama membuat hadist palsu. Ibnu Al-Mubarak
mengatakan :
الدِّيْنُ لأَِهْلِ اْلحَدِيْثِ وَاْلكَلاَمُ وَاْلخَيْلُ لأَِهْلِ
الرَّأْيِ وَاْلكَذِبُ لِلرَّا فِضَةِ .
Hammad bin Salamah pernah meriwayatkan bahwa ada salah seorang
tokoh Rafidah berkata, “Sekiranya kami pandang baik, segera kami
jadikan hadist.” Imam Safi’i juga pernah berkata, “Saya tidak
melihat pemuas hawa nafsu yang melebihi sekte Rafidah dalam membuat hadis
palsu.”
2) Usaha Kaum Zindiq
Kaum Zindiq adalah golongan yang membenci Islam, baik sebagai
agama atau pun sebagai dasar pemerintahan. Mereka merasa tidak mungkin dapat
melampiaskan kebencian melalui konfrontasi dan pemalsuan Al-Qur’an, sehingga
menggunakan cara yang paling tepat dan memungkinkan, yaitu melakukan pemalsuan
hadist, dengan tujuan menghancurkan agama Islam dari dalam. Ketika Abdul
Al-Karim ibnu Auja hendak dihukum mati oleh Muhammad bin Sulaiman bin Ali, ia
mengatakan, “Demi Allah saya telah membuat hadist palsu sebanyak 4.000
hadist.” Hammad bin Zaid mengatakan, “Hadist yang dibuat kaum Zindiq
ini berjumlah 12.000 hadist.” Contoh hadist yang dibuat oleh golongan
zindiqah antara lain :
اَلنَّظْرُ اِلَى اْلوَجْهِ اْلجَمِيْلِ صَدَقَةٌ
3) Sikap Fanatik Buta
terhadap Bangsa, Suku, Bahasa, Negeri, dan Pimpinan
Salah satu tujuan membuat hadist palsu adalah adanya sifat ego dan
fanatik buta serta ingin menonjolkan seseorang, bangsa, kelompok, dan
sebagainya. Golongan Ash-Syu’ubiyah yang fanatik terhadap bahasa Persi
mengatakan, “Apabila Allah murka, Dia menurunkan wahyu dengan bahasa
Arab dan apabila senang, Dia menurunkan dalam bahasa Persi.”Sebaliknya,
orang Arab yang fanatik terhadap bahasa mengatakan, “Apabila Allah
murka, Dia menurunkan wahyu dengan bahasa Persi dan apabila senang, Dia
menurunkannya dengan bahasa Arab.”
4) Mempengaruhi Kaum
Awam dengan Kisah dan Nasihat
Kelompok yang melakukan pemalsuan hadist ini bertujuan untuk
memperoleh simpati dari pendengarnya sehingga mereka kagum melihat
kemampuannya. Hadist yang mereka katakan terlalu berlebih-lebihan. Sebagai
contoh dapat dilihat pada hadist :
مَنْ قَالَ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ مِنْ كُلِّ كَلِمَةٍ طَائِرًا
مَنْقَارُهُ مِنْ ذَهَبٍ وَرِيْشُهُ مِنْ مَرْجَانٍ.
5) Perselisihan dalam Fiqih dan Ilmu Kalam
Munculnya hadist-hadist palsu dalam masalah-masalah fiqih dan ilmu
kalam ini berasal dari para pengikut Madzhab. Mereka melakukan pemalsuan hadist
karena didorong sifat fanatik dan ingin menguatkan madzhabnya masing-masing.
Contohnya adalah :
a. “Siapa yang mengangkat kedua tangannya
dalam shalat, maka shalatnya tidak sah.”
b. “Jibril menjadi imamku dalam shalat di
Ka’bah, ia (Jibril) membaca basmalah dengan
nyaring”
c.”Siapa yang mengatakan Al-Qur’an makhluk,
niscaya ia telah kufur kepada Allah.”
6) Membangkitkan
Gairah Beribadah, Tanpa Mengerti apa yang dilakukan
Banyak di antara ulama yang membuat hadist palsu dengan asumsi
bahwa usahanya itu merupakan upaya mendekatkan diri kepada Allah dan menjunjung
tinggi agama-Nya. Mereka mengatakan, “Kami berdosa semata-mata untuk menjunjung
tinggi nama Rasulullah dan bukan sebaliknya.” Nuh bin Abi Maryam telah
membuat hadist berkenaan dengan fadhilah membaca surat-surat tertentu dalam
Al-Qur’an.
Ghulam Al-Khalil (dikenal ahli Zuhud) membuat hadist tentang
keutamaan wirid dengan maksud memperhalus qalbu manusia. Dalam kitabTafsir
Ats-Tsalabi, Zamakhsyari, dan Baidawi terdapat banyak
hadist palsu, begitu juga dalam kitab Ihya Ulum Ad-Din.
7) Menjilat Penguasa
Giyas bin Ibrahim merupakan tokoh yang banyak ditulis dalam kitab
hadist sebagai pemalsu hadist tentang “Perlombaan”. Matan asli sabda Rasulullah
SAW berbunyi :
لاَ سَبَقَ اِلاَّ فِى نَصْلٍ أَوْ خُفٍ
Kemudian Giyas menambah kata dalam akhir hadist agar
diberi hadiah atau mendapat simpatik dari khalifah Al-Mahdi. Setelah mendengar
hadiah tersebut, Al-Mahdi memberikan hadiah sepuluh ribu dirham, namun ketika
Giyas hendak pergi, Al-Mahdi menegur, seraya berkata, “Aku yakin itu sebenarnya
merupakan dusta atas nama Rasulullah SAW”. Menyadari hal itu, khalifah
memerintahkan untuk menyembelih merpatinya.
C. Ciri – ciri hadits
maudhu’
1. Ciri-Ciri Pada Sanad.
a) Berdasarkan Pengakuan dari Orang Yang Memalsukan Hadits.
Terdapat beberapa
nama pemalsu Hadis yang mengakui perbuatannya, di antaranya adalah Abu Isma Nuh
ibnu Abi Maryam tentang keutamaan surat-surat Alquran al-Karim. Abu Karim
al-Auza’ yang memalsukan Hadis halal-haram. Begitu juga dengan Abu Yazis
yang mengaku telah memalsukan Hadis dan menyatakan bertobat dan minta ampun.
b) Tanda-tanda Yang Bermakna Pengakuan.
Misalnya seorang
rawi yang mengaku menerima Hadis dari seorang guru padahal ia tidak pernah
bertemu dengan guru tersebut, atau ia mengatakan menerima Hadis dari seorang
guru, padahal guru tersebut telah meninggal dunia sebelum ia lahir, seperti
Ma’mun Ibnu Ahmad al-Saramiy yang mengatakan kepada Ibnu Hibban bahwa ia pernah
mendengar Hadis dari Hisyam dan Hammar, Ibnu Hibbanpun bertanya kapan ia ke
Syam,yang dijawab oleh Ma’mun Ibnu Ahmad al-Sarami bahwa ia ke Syam pada tahun
250 H. , padahal Hisyam meninggal dunia pada tahun 254 H.
c) Adanya Bukti Pada
Hal-ihwal Perawi.
Seperti yang disandarkan kepada Al-Hakim dari Saif bin Umar
Al-Tamimi, aku di sisi sa'ad bin tharif, ketika anaknya pulang dari sekolah
dalam keadaan menangis, lalu ia bertanya: "Mengapa engkau menangis"?
anaknya menjawab: " Aku dipukuli guruku" lantas Sa'ad berkata:
"sungguh saya bikin hina mereka sekarang" memberitakan kepadaku
ikrimah dari ibnu Abbas secara marfu'
معلموا صبيانكم
شراركم أقلهم لليتيم وأغلظهم على المساكين
“Guru-guru anak kecilmu adalah orang yang paling jelek di antara
kamu. Mereka paling sedikit sayangnya terhadap anak yatim dan yang paling kasar
terhadap orang-orang miskin”
d) Perawi yang dikenal
sebagai pendusta meriwayatkan suatu hadits seorang diri, dan tidak ada perawi
lain yang tsiqah yang meriwayatkannya, sehingga riwayatnya dihukum palsu. Para
kritikus terkemuka telah mengungkapkan, mereka yang melakukan pemalsuan hadits,
sehingga tak seorangpun dari meraka yang luput dari keritikan para ulama.
2. Ciri-Ciri Pada Matan.
Menelusuri
pemalsuan Hadis secara akurat melalui matannya dapat dilakukan dengan
menganalisa matan tersebut. Unsur-unsur yang sering terdapat pada matan Hadis
maudhu’ adalah:
1) Lemah Susunan Lafal dan Maknya
Salah satu tanda ke-mawdhu'an suatu hadits adalah lemah dari segi
bahasa dan maknanya. Secara logis tidak dibenarkan ungkapan itu dating dari
Rasul. Banyak hadits-hadits panjang yang lemah susunan bahasa dan maknanya.
Seorang yang memiliki keahlian bahasa dan sastra memiliki ketajaman dalam
memahami hadits dari Nabi atau bukan dari Nabi yang biasa disebut dengan hadits
maudhu'. Ar-Rabi' bin Khats' berkata
إن للحديث ضوءا كضوء
النهار نعرفه وظلمة كظلمة الليل ننكره
Sesungguhnya hadits itu bercahaya seperti cahaya siang kami
mengenalnya dan memiliki kegelapan bagaikan gelap malam kami menolaknya.
2) Rusaknya Makna
Maksud rusaknya makna karena bertentangan dengan rasio yang sehat,
menyalahi kaedah kesehatan, mendorong pada pelampiasan biologis dan lain-lain
yang tidak bisa ditakwilkan. Misalnya sebagaimana yang diriwayatkan Ibnu
Al-Jauzai dari jalan Thariq Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dari ayahnya dari
kakeknya secara marfu':
إن سفينة نوح طافت
بالبيت سبعا و صلت عند المقام ركعتين
Bahwasanya perahu Nabi Nuh bertawaf di bait (ka'bah) tujuh kali
dan sholat di maqam Ibrahim dua rakaat
Hadits ini maudhu' karena irrasional, tidak mungkin secara akal
perahu melakukan berputar-putar (thawaf) mengelilingi ka'bah 7 kali seperti
orang yang sedang melakukan thawaf haji, demikian juga melakukan shalat di
maqam Ibrahim.
3) Bertentangan Dengan Al-Qur'an Atau Hadits
Salah satu tanda hadits maudhu' adalah menyalahi Alqur'an atau
hadits dan tidak mungkin ditakwilkan, adapun contoh hadits palsu yang
bertentangan dengan Alqur'an misalanya:
ولد الزنا لا يدخل
الجنة إلى سبعة أبناء
“Anak zina tidak bisa masuk surga sampai tujuh keturunan”
Hadits di atas bertentangan dengan firman Allah swt yang berbunyi:
ولا تزر وازرة وزر
أخرى
Adapun hadits palsu yang bertentangan dengan hadits misanya:
إذا حدثتم عنى بحديث
يوافق الحق فخذوابه حدثت أو لم أحدث
Hadits di atas jelas kepalsuannya, karena bertentangan dengan
hadits yang disabdakan Nabi:
من كذب علي متعمدا
فليتبوأ مقعده من النار
Barang siapa yang mendustakanku dengan sengaja, maka hendaklah
bersiap-siap karena tempat tinggalnya di dalam neraka.
4) Bertentangan Dengan Realita Sejarah
Misalnya hadits yang menjelaskan bahwa Nabi memungut jizyah
(pajak) pada penduduk khaibar dengan disaksikan oleh Sa'ad bin Mu'adz padahal
Sa'ad telah meninggal pada masa perang khandaq sebelum kejadian tersebut.
Jizyah disyari'atkan setelah perang Tabuk pada Nashrani Najran dan Yahudi
Yaman.
5) Mengandung Pahala Yang Besar Bagi Amal Yang Kecil
Biasanya motif pemalsuan hadits ini disampaikan para tukang kisah
yang ingin menarik perhatian para pendengarnya atau agar menarik pendengar
untuk melakukan perbuatan amal sholeh.
Tetapi terlalu tinggi dalam membesarkan suatu amal kecil dengan
pahala yang berlebihan, misalnya:
من صلى الضحى كذا و
كذا ركعة أعطي ثواب سبعين نبيا
Barang siapa yang shalat dhuha sekian raka'at diberi pahala 70 Nabi
KESIMPULAN
Hadits maudhu
adalah segala sesuatu yang tidak pernah keluar dari Nabi SAW baik dalam bentuk
perkataan ,perbuatan atau taqrir, tetapi disandarkan kepada beliau secara
sengaja ataupun tidak sengaja.
Sebagian ulama
mendefinisikan Hadits maudhu’ adalah “hadits yang di cipta dan di buat oleh
seseorang (pendusta) yang ciptaannya itu dikatakan sebagai kata-kata atau
perilaku Rasullulah SAW, baik hal tersebut di sengaja maupun tidak”.
Mereka membuat
hadits palsu karena di dorong oleh sikap egois dan fanatik buta serta ingin
menonjolkan seseorang, bangsa, kelompok, atau yang lain.
DAFTAR
PUSTAKA
http://makalah07.blogspot.com/2012/09/hadits-maudhu.html