Iklan

Sabtu, 20 September 2014

Video Motivasi Ketika Sedang Malas

Video Motivasi Ketika Sedang Malas

        Dibawah ini adalah beberapa video motivasi ketika kita sedang malas, penulis berharap semoga setelah melihat video ini penonton dapat memotivasi dirinya agar menjadi pribadi yang lebih rajin. 







Kamis, 18 September 2014

ISLAM DAN KEBUDAYAAN

A.    Pengertian Kebudayaan, Unsur Kebudayaan, dan Islam Kebudayaan.
1.      Pengertian Kebudayaan.
Pengertian kebudayaan menurut S.Takdir Alisyahbana (1986:207-8). Kebudayaan adalah suatu keseluruhan yang kompleks yang terdiri dari unsur-unsur yang berbeda-beda seperti pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat istiadat, dan segala kecakapan yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi (1964:113). Kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
2.      Unsur Kebudayaan.
Unsur kebudayaan menurut Herkovits, Selo Soemardjan, dan Soelaiman Soemardi (1964:115) yaitu :
1.      Technological Equipment (alat-alat teknologi)
2.      Economic System (sistem ekonomi)
3.      Family (keluarga)
4.      Political control (kekuasaan politik)
3.      Islam dan Kebudayaan.
Nurcholis Majid, menjelaskan hubungan agama dan budaya. Menurutnya, agama dan budaya adalah dua bidang yang dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan.Agama bernilai mutlak, tidak berubah karena perubahan waktu dan tempat.Sedangkan budaya, sekalipun berdasarkan agama, dapat berubah dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat.
Jadi, dapat disimpulkan kebudayaan islam adalah kebudayaan yang merupakan hasil upaya ulama dalam memahami ajaran dasar agama islam, dituntun oleh petunjuk Tuhan, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah.
B.     Islam Kebudayaan Lama
Islam masuk ke Indonesia penyebarannya berawal dari pelabuhan-pelabuhan, lalu masuk ke pesisir dan pedesaan. Para ulama dan para pedagang di sekitar sana sangat berperan penting dalam penyebaran islam ini.
Dalam Kebudayaan Islam Lama masih identik dengan kepercayaan Animisme dan dinamisme dimana manusia percaya pada hal mistis, dan cenderung lebih kental pada adat dari pada ajaran Islamnya sendiri.
Di Jawa, Islam hanya diperaktekkan oleh sekelompok kecil kaum muslimin yang aktif dalam membawa pesan-pesan Islam dan melaksanakan kegiatan keislaman di masyarakat. sedangkan sebagian besar penduduk lainnya hanya menerima Islam secara global saja, karena mereka masih menganut dan berpegang teguh pada kepercayaan nenek moyang mereka.
Begitu juga halnya di Minangkabau, kebanyakan dari para penduduk masih menyembah berhala, percaya kepada takhayul dan praktek-prakek yang tidak islami lainya, padahal mereka telah memeluk Islam. mereka juga jarang menjalankan kewajiban-kewajiban agama seperti sholat dan puasa.
Namun demikian, pada awal abad ke-18, berbagai lembaga-lembaga keislaman mulai muncul dan mapan, seperti meunasah di Aceh, surau di Minangkabau dan Semenanjung Malaya, pesantren di Jawa, dan lembaga-lembaga lainnya. Lembaga-lembaga inilah yang tumbuh menjadi organisasi yang bersifat universal yang menerima guru dan murid tanpa memandang latar belakang daerah, suku dan sebagainya, sehingga mampu membangun jaringan kepemimpinan intelektual keagamaan dalam berbagai tingkatan.
Dengan terjadinya persentuhan antara lembaga-lembaga keislaman dengan dunia luar, terdoronglah intensifikasi atau peningkatan proses islamisasi terhadap kalangan masyarakat secara keseluruhan, sekaligus sebagai pembaruan terhadap pandangan dan praktek keislaman bagi mereka yang telah menjadi muslim. Hal inilah yang mendorong munculnya slogan “kembali kepada syariah” yang menyeret dunia Melayu ke arah ortodoksi, yakni kembali berpegang teguh terhadap konsep resmi syariah, yang ditandai dengan diterjemahkannya teks-teks sufi ortodoks ke dalam bahasa Melayu.
C.    Peran Agama Islam dalam Kehidupan
Agama Islam memiliki peranan dalam kehidupan manusia. Peranan tersebut adalah sebagai pedoman yang mencakup hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungan hidup, dan sebagai sumber nilai dalam kehidupan manusia.
Agama Islam sebagai pedoman hidup manusia dalam hubungannya dengan Allah SWT  membimbing manusia ke arah yang lurus. Manusia harus sadar darimana mereka berasal, kepada siapa mereka akan kembali, kepada siapa mereka meminta pertolongan, dan kepada siapa mereka berterima kasih.
Agama Islam sebagai pedoman hidup manusia dalam hubungannya dengan sesama manusia bertujuan untuk membentuk seseorang yang berakhlak mulia, peduli dengan orang lain, bergaul dan memelihara hubungan yang baik antara sesama umat manusia. Islam juga mengajarkan bahwa dalam menyelesaikan urusan dengan orang lain harus dengan cara damai, dan menggunakan akal yang sehat.      
Peran agama Islam sebagai pedoman hidup manusia dalam hubungannya denganlingkungan hidup menjadikan manusia memelihara lingkungan hidup dengan baik. Manusia menggunakan alam sebagai tempat hidup, sumber pangan, bahan industri dan untuk keperluan lainnya. Namun, manusia harus ingat bahwa penggunaannya harus efisien agar lingkungan hidup terhindar dari bencana alam dan generasi berikutnya dapat menikmati indahnya lingkungan hidup yang diciptakan oleh Sang Khalik.    
Agama Islam sebagai sumber nilai dalam kehidupan manusia membuat  perilaku manusia berpegang pada Islam. Nilai yang berada dalam masyarakat dibagi menjadi dua kategori yaitu nilai fundamental dan nilai instrumental.
Nilai fundamental adalah nilai dasar. Nilai dasar bersifat abadi yang harus berlaku dan wajib diberlakukan tanpa mengingat ruang dan waktu. Nilai ini menyangkut hubungan manusia dengan Allah. Nilai instrumental adalah nilai yang sifatnya tidak abadi, penggunaannya dibatasi oleh ruang dan waktu. Pada umumnya, nilai instrumental menyangkut hubungan manusia dengan manusia dan lingkungan hidup.





D.    APA YANG DIAJARKAN ISLAM KESELURUH DUNIA
      Yang diajarkan Islam keseluruh dunia sebenarnya sangat banyak dan kompleks, tidak ada agama yang mengajarkan sekompleks agama islam, mulai dari ajaran yang kecil sampai ajaran yang sifatnya besar. Ajaran-ajaran islam yang diajarkan kepada dunia dapat diterima dunia melalui berbagai macam cara dan melalui berbagai macam sumber, diantaranya yang paling utama adalah melalui Rosulullah SAW, Beliau adalah Rosul yang menerima wahyu dari Allah berupa Al Qur’an yang isinya sangat sempurna, menerangkan tentang kisah-kisah para Nabi yang dapat kita ambil manfaatnya, perintah-perintah, larangan-larangan, dan sebagainya.
Ajaran-ajaran agama islam yang diajarkan kepada dunia, diantaranya adalah :
1.      Mengajarkan bertauhid kepada ALLAH Yang Esa
لا إله إلا الله محمد رسول الله
Artinya : “Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah
Konsep tauhid ini dituangkan dengan jelas dan sederhana pada Surah Al-Ikhlas yang terjemahannya adalah:
1. Katakanlah: “Dia-lah Allah (Tuhan), Yang Maha Esa,
2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu,
3. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan
4. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.”
Nama “Allah” tidak memiliki bentuk jamak dan tidak diasosiasikan dengan jenis kelamin tertentu. Dalam Islam sebagaimana disampaikan dalam al-Qur’an dikatakan:
“(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan- pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat”. (Asy-Syu’ara’ [42]:11)
Allah adalah Nama Tuhan (ilah) dan satu-satunya Tuhan sebagaimana perkenalan-Nya kepada manusia melalui Al-Quran :
“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku”. (Ta Ha [20]:14)

2.      Mengajarkan berakhlaq mulia
Akhlak secara etimologis perilaku atau jiwa, akhlak merupakan cerminan diri manusia. Beberapa akhlak adalah adat istiadat, karena adat istiadat mempunyai pengaruh besar pada diri sendiri serta pada masyarakat lain sehingga manusia hidup perlu dengan masyarakat sosial lainnya denga demikian dapat mempengaruhi akhlak individu. Disini secara terminologis, ada beberapa definisi tentang akhlak, salah satunya adalah:
Menurut   Al-Ghazali:
     “Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”.
Sumber akhlak dimaksudkan yaitu yang menjadi ukuran baik dan buruk atau mulia dan tercela .Sebagaimana karakteristik keseluruhan ajaran islam, maka sumber akhlak adalah al qur’an dan sunnah, dan bukan akal pikiran atau pandangan masyarakat sebagaimana pada konsep etika dan moral. Sehingga konsep akhlak adalah segala sesuatu itu di nilai baik dan buruk atau terpuji dan tercela, semata-mata karena syara (al quran dan sunnah). Demikian pula halnya dengan akal pikiran,Ia hanyalah salah satu potensi yang dimiliki manusia untuk mencari kebaikan atau keburukan. Dan keputusannya bermula dari pengalaman empiris kemudian di olah menurut kemampuan pengetahuan. Oleh karena itu keputusan yang di berikan akal hanya bersifat spekulatif    dan -subyektif.
Mengajarkan kita kepada akhlak yang baik, akhlak yang sempurna, caranya adalah dengan mengimani rukun iman dan rukun islam.
3.      Mengajarkan membangun ekonomi/technologi/science.
Islam tidak hanya mengajarkan tentang agama, tidak hanya tentang hidup dan mati seseorang tetapi agama islam adalah agama yang sempurna, selain dalam permasalahan agama, islam juga mengajarkan tentang ekonomi, teknologi, ilmu pengetahuan dan sebagainya. Hal ini dimaksudkan agar agama tidak hanya terpaku pada zaman dahulu saja, tetapi bisa mengembangkan ajaran-ajaran islam. Islam sebagai sasaran studi social ini di maksudkan sebagai studi tentang islam karena gejala social, hal ini menyangkut keadaan masyarakat penganut agama lengkap dengan struktur, lapisan serta berbagai gejala sosial lainnya yang saling berkaitan . Islam pun sebagai sasaran budaya dapat dimaksudkan penyebaran agama islam dulu dengan adanya budaya, karena agama adalah pranata sosial sebagai control terhadap instruksi-instruksi yang ada. Dengan demikian islam tidak berpatokan pada kekhusyukan saja melainkan juga pada kebudayaan, pemerintahan , ekonomi, dan pertahanan.
     Oleh karena itu dapat di simpulkan bahwa hasil pemikiran manusia yang berupa interpretasi terhadap teks suci itu di sebut kebudayaan, maka system pemerintahan islam, system perdagangan islam, system pemerintahan islam, system perdagangan islam, system pertahanan islam, system keuangan islam dan sebagainya yang timbul sebagai hasil pemikiran manusia adalah kebudayaan pula. Kalaupun ada perbedaannya iu terletak pada keadaan institusi-institusi kemasyarakatan dalam islam, yang di susun atas dasar prinsip-prinsip yang tersebut dalam al quran.

Daftar Pustaka
Abd. Hakim, Drs. Atang,Metodologi Studi Islam

Hadits maudhu'

A.    Pengertian hadits maudhu’
HADITS secara bahasa berarti  الجديد, yaitu sesuatu yang baru, selain itu hadits pun berarti الخبر , berita. Yaitu sesuatu yang diberitakan, diperbincangkan, dan dipindahkan dari seseorang kepada orang yang lain. Sedangkan  موضع  merupakan derivasi dari kata
 وضعا  وضع – يضع –    yang secara bahasa berarti menyimpan, mengada-ngada atau membuat-buat.
Adapun pengertian hadits maudhu’ (hadits palsu) secara istilah ialah:

ما نسب الى رسول الله صلى الله عليه و السلام إختلافا و كذبا ممّا لم يقله أويقره
“ Apa-apa yang disandarkan kepada Rasulullah secara dibuat-buat dan dusta, padahal beliau tidak mengatakan dan memperbuatnya.”

Menurut Dr. Mahmud Thahan didalam kitabnya mengatakan:

اذا كان سبب الطعن فى الروى هو الكذ ب على رسول الله فحد يثه يسمى الموضع

“Apabila sebab keadaan cacatnya rowi dia berdusta terhadap Rasulullah, maka haditsnya dinamakan maudhu’.”


  Sedangkan pengertian hadist maudhu’ menurut istilah ahli hadist adalah :

مَا نُسِبَ اِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ . اِخْتِلاَقًا وَكَذَبًا مَمَّالَمْ يَقُلْهُ أَوْيُقِرْهُ . وَقَالَ بَعْضُهُمْ هُوَ اَلمْخُتَلَقُ اْلمَصْنُوْعُ .
Artinya :
“Hadist yang disandarkan kepada Rasulullah SAW, secara dibuat-buat dan dusta, padahal beliau tidak mengatakan dan tidak memperbuatnya. Sebagian mereka mengatakan bahwa yang dimaksud dengan hadis maudhu’ ialah hadis yang dibuat-buat

B.     Sejarah perkembangan Hadits maudhu’
Para ahli berbeda pendapat dalam menentukan kapan mulai terjadinya pemalsuan hadits. Diantara pendapat-pendapat yang ada sebagai berikut:
a.       Menurut Ahmad Amin, bahwa hadits palsu terjadi sejak jaman Rasulullah Saw, beliau beralasan dengan sebuah hadits yang matannyaمن كذب عليّ متعمّدا فليتبوّأ مقعده من النّار . Menurutnya hadits tersebut menggambarkan kemungkinan pada zaman Rasulullah Saw. telah terjadi pemalsuan hadits. Akan tetapi pendapat ini kurang disetujui oleh H.Mudatsir didalam bukunya Ilmu Hadits, dengan alasan Ahmad Amin tidak mempunyai alasan secara histories, selain itu pemalsuan hadits dijaman Rasulullah Saw. tidak tercantum didalam kitab-kitab standar yang berkaitan dengan Asbabul Wurud. Dan data menunjukan sepanjang masa Rasulullah Saw. tidak pernah ada seorang sahabatpun yang sengaja berbuat dusta kepadanya.
b.      Menurut jumhur muhadditsin, bahwa hadits telah mengalami pemalsuan sejak jaman khalifah Ali bin Abi Thalib. Sebelum terjadi pertentangan antara Ali bin Abi Thalib dengan Muawiyah bin Abu Sufyan.


Namun Berdasarkan data sejarah, pemalsuan hadist tidak hanya dilakukan oleh orang-orang Islam, tetapi juga dilakukan oleh orang-orang non Islam. Ada beberapa motif yang mendorong mereka membuat hadist palsu, antara lain adalah :

1)      Pertentangan Politik
Perpecahan umat Islam akibat pertanyaan politik yang terjadi pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib sangat besar berpengaruh terhadap pemunculan hadist-hadist palsu.Masing - masing golongan berusaha mengalahkan lawan dan mempengaruhi orang-orang tertentu, salah satunya adalah membuat hadist palsu. Akibat perpecahan politik ini, golongan syi’ah membuat hadist palsu. Golongan inilah yang pertama-tama membuat hadist palsu. Ibnu Al-Mubarak mengatakan :
الدِّيْنُ لأَِهْلِ اْلحَدِيْثِ وَاْلكَلاَمُ وَاْلخَيْلُ لأَِهْلِ الرَّأْيِ وَاْلكَذِبُ لِلرَّا فِضَةِ .
Hammad bin Salamah pernah meriwayatkan bahwa ada salah seorang tokoh Rafidah berkata, “Sekiranya kami pandang baik, segera kami jadikan hadist.” Imam Safi’i juga pernah berkata, “Saya tidak melihat pemuas hawa nafsu yang melebihi sekte Rafidah dalam membuat hadis palsu.”
2)      Usaha Kaum Zindiq
Kaum Zindiq adalah golongan yang membenci Islam, baik sebagai agama atau pun sebagai dasar pemerintahan. Mereka merasa tidak mungkin dapat melampiaskan kebencian melalui konfrontasi dan pemalsuan Al-Qur’an, sehingga menggunakan cara yang paling tepat dan memungkinkan, yaitu melakukan pemalsuan hadist, dengan tujuan menghancurkan agama Islam dari dalam. Ketika Abdul Al-Karim ibnu Auja hendak dihukum mati oleh Muhammad bin Sulaiman bin Ali, ia mengatakan, “Demi Allah saya telah membuat hadist palsu sebanyak 4.000 hadist.” Hammad bin Zaid mengatakan, “Hadist yang dibuat kaum Zindiq ini berjumlah 12.000 hadist.” Contoh hadist yang dibuat oleh golongan zindiqah antara lain :
اَلنَّظْرُ اِلَى اْلوَجْهِ اْلجَمِيْلِ صَدَقَةٌ 
3)      Sikap Fanatik Buta terhadap Bangsa, Suku, Bahasa, Negeri, dan Pimpinan
Salah satu tujuan membuat hadist palsu adalah adanya sifat ego dan fanatik buta serta ingin menonjolkan seseorang, bangsa, kelompok, dan sebagainya. Golongan Ash-Syu’ubiyah yang fanatik terhadap bahasa Persi mengatakan, “Apabila Allah murka, Dia menurunkan wahyu dengan bahasa Arab dan apabila senang, Dia menurunkan dalam bahasa Persi.”Sebaliknya, orang Arab yang fanatik terhadap bahasa mengatakan, “Apabila Allah murka, Dia menurunkan wahyu dengan bahasa Persi dan apabila senang, Dia menurunkannya dengan bahasa Arab.”

4)      Mempengaruhi Kaum Awam dengan Kisah dan Nasihat
Kelompok yang melakukan pemalsuan hadist ini bertujuan untuk memperoleh simpati dari pendengarnya sehingga mereka kagum melihat kemampuannya. Hadist yang mereka katakan terlalu berlebih-lebihan. Sebagai contoh dapat dilihat pada hadist :
مَنْ قَالَ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ مِنْ كُلِّ كَلِمَةٍ طَائِرًا مَنْقَارُهُ مِنْ ذَهَبٍ وَرِيْشُهُ مِنْ مَرْجَانٍ.

5)      Perselisihan dalam Fiqih dan Ilmu Kalam
Munculnya hadist-hadist palsu dalam masalah-masalah fiqih dan ilmu kalam ini berasal dari para pengikut Madzhab. Mereka melakukan pemalsuan hadist karena didorong sifat fanatik dan ingin menguatkan madzhabnya masing-masing.
Contohnya adalah :
    a. “Siapa yang mengangkat kedua tangannya dalam shalat, maka shalatnya tidak sah.”
    b. “Jibril menjadi imamku dalam shalat di Ka’bah, ia (Jibril) membaca basmalah dengan
        nyaring”
    c.”Siapa yang mengatakan Al-Qur’an makhluk, niscaya ia telah kufur kepada Allah.”
6)      Membangkitkan Gairah Beribadah, Tanpa Mengerti apa yang dilakukan
Banyak di antara ulama yang membuat hadist palsu dengan asumsi bahwa usahanya itu merupakan upaya mendekatkan diri kepada Allah dan menjunjung tinggi agama-Nya. Mereka mengatakan, “Kami berdosa semata-mata untuk menjunjung tinggi nama Rasulullah dan bukan sebaliknya.” Nuh bin Abi Maryam telah membuat hadist berkenaan dengan fadhilah membaca surat-surat tertentu dalam Al-Qur’an.
 Ghulam Al-Khalil (dikenal ahli Zuhud) membuat hadist tentang keutamaan wirid dengan maksud memperhalus qalbu manusia. Dalam kitabTafsir Ats-Tsalabi, Zamakhsyari, dan Baidawi terdapat banyak hadist palsu, begitu juga dalam kitab Ihya Ulum Ad-Din.

7)      Menjilat Penguasa
Giyas bin Ibrahim merupakan tokoh yang banyak ditulis dalam kitab hadist sebagai pemalsu hadist tentang “Perlombaan”. Matan asli sabda Rasulullah SAW berbunyi :
لاَ سَبَقَ اِلاَّ فِى نَصْلٍ أَوْ خُفٍ                  
Kemudian Giyas menambah kata  dalam akhir hadist agar diberi hadiah atau mendapat simpatik dari khalifah Al-Mahdi. Setelah mendengar hadiah tersebut, Al-Mahdi memberikan hadiah sepuluh ribu dirham, namun ketika Giyas hendak pergi, Al-Mahdi menegur, seraya berkata, “Aku yakin itu sebenarnya merupakan dusta atas nama Rasulullah SAW”. Menyadari hal itu, khalifah memerintahkan untuk menyembelih merpatinya.

C.    Ciri – ciri hadits maudhu’
1.      Ciri-Ciri Pada Sanad.
a)      Berdasarkan Pengakuan dari Orang Yang Memalsukan Hadits.
Terdapat beberapa nama pemalsu Hadis yang mengakui perbuatannya, di antaranya adalah Abu Isma Nuh ibnu Abi Maryam tentang keutamaan surat-surat Alquran al-Karim. Abu Karim al-Auza’ yang memalsukan Hadis halal-haram. Begitu juga dengan Abu Yazis yang mengaku telah memalsukan Hadis dan menyatakan bertobat dan minta ampun.
b)      Tanda-tanda Yang Bermakna Pengakuan.
Misalnya seorang rawi yang mengaku menerima Hadis dari seorang guru padahal ia tidak pernah bertemu dengan guru tersebut, atau ia mengatakan menerima Hadis dari seorang guru, padahal guru tersebut telah meninggal dunia sebelum ia lahir, seperti Ma’mun Ibnu Ahmad al-Saramiy yang mengatakan kepada Ibnu Hibban bahwa ia pernah mendengar Hadis dari Hisyam dan Hammar, Ibnu Hibbanpun bertanya kapan ia ke Syam,yang dijawab oleh Ma’mun Ibnu Ahmad al-Sarami bahwa ia ke Syam pada tahun 250 H. , padahal Hisyam meninggal dunia pada tahun 254 H.
c)      Adanya Bukti Pada Hal-ihwal Perawi.
Seperti yang disandarkan kepada Al-Hakim dari Saif bin Umar Al-Tamimi, aku di sisi sa'ad bin tharif, ketika anaknya pulang dari sekolah dalam keadaan menangis, lalu ia bertanya: "Mengapa engkau menangis"? anaknya menjawab: " Aku dipukuli guruku" lantas Sa'ad berkata: "sungguh saya bikin hina mereka sekarang" memberitakan kepadaku ikrimah dari ibnu Abbas secara marfu'
معلموا صبيانكم شراركم أقلهم لليتيم وأغلظهم على المساكين
“Guru-guru anak kecilmu adalah orang yang paling jelek di antara kamu. Mereka paling sedikit sayangnya terhadap anak yatim dan yang paling kasar terhadap orang-orang miskin”
d)     Perawi yang dikenal sebagai pendusta meriwayatkan suatu hadits seorang diri, dan tidak ada perawi lain yang tsiqah yang meriwayatkannya, sehingga riwayatnya dihukum palsu. Para kritikus terkemuka telah mengungkapkan, mereka yang melakukan pemalsuan hadits, sehingga tak seorangpun dari meraka yang luput dari keritikan para ulama.




2.      Ciri-Ciri Pada Matan.
Menelusuri pemalsuan Hadis secara akurat melalui matannya dapat dilakukan dengan menganalisa matan tersebut. Unsur-unsur yang sering terdapat pada matan Hadis maudhu’ adalah:
1)        Lemah Susunan Lafal dan Maknya
Salah satu tanda ke-mawdhu'an suatu hadits adalah lemah dari segi bahasa dan maknanya. Secara logis tidak dibenarkan ungkapan itu dating dari Rasul. Banyak hadits-hadits panjang yang lemah susunan bahasa dan maknanya. Seorang yang memiliki keahlian bahasa dan sastra memiliki ketajaman dalam memahami hadits dari Nabi atau bukan dari Nabi yang biasa disebut dengan hadits maudhu'. Ar-Rabi' bin Khats' berkata
إن للحديث ضوءا كضوء النهار نعرفه وظلمة كظلمة الليل ننكره
Sesungguhnya hadits itu bercahaya seperti cahaya siang kami mengenalnya dan memiliki kegelapan bagaikan gelap malam kami menolaknya.
2)        Rusaknya Makna
Maksud rusaknya makna karena bertentangan dengan rasio yang sehat, menyalahi kaedah kesehatan, mendorong pada pelampiasan biologis dan lain-lain yang tidak bisa ditakwilkan. Misalnya sebagaimana yang diriwayatkan Ibnu Al-Jauzai dari jalan Thariq Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dari ayahnya dari kakeknya secara marfu':
إن سفينة نوح طافت بالبيت سبعا و صلت عند المقام ركعتين
Bahwasanya perahu Nabi Nuh bertawaf di bait (ka'bah) tujuh kali dan sholat di maqam Ibrahim dua rakaat
Hadits ini maudhu' karena irrasional, tidak mungkin secara akal perahu melakukan berputar-putar (thawaf) mengelilingi ka'bah 7 kali seperti orang yang sedang melakukan thawaf haji, demikian juga melakukan shalat di maqam Ibrahim.
3)        Bertentangan Dengan Al-Qur'an Atau Hadits
Salah satu tanda hadits maudhu' adalah menyalahi Alqur'an atau hadits dan tidak mungkin ditakwilkan, adapun contoh hadits palsu yang bertentangan dengan Alqur'an misalanya:
ولد الزنا لا يدخل الجنة إلى سبعة أبناء
“Anak zina tidak bisa masuk surga sampai tujuh keturunan”
Hadits di atas bertentangan dengan firman Allah swt yang berbunyi:
ولا تزر وازرة وزر أخرى
Adapun hadits palsu yang bertentangan dengan hadits misanya:
إذا حدثتم عنى بحديث يوافق الحق فخذوابه حدثت أو لم أحدث
Hadits di atas jelas kepalsuannya, karena bertentangan dengan hadits yang disabdakan Nabi:
من كذب علي متعمدا فليتبوأ مقعده من النار
Barang siapa yang mendustakanku dengan sengaja, maka hendaklah bersiap-siap karena tempat tinggalnya di dalam neraka.
4)        Bertentangan Dengan Realita Sejarah
Misalnya hadits yang menjelaskan bahwa Nabi memungut jizyah (pajak) pada penduduk khaibar dengan disaksikan oleh Sa'ad bin Mu'adz padahal Sa'ad telah meninggal pada masa perang khandaq sebelum kejadian tersebut. Jizyah disyari'atkan setelah perang Tabuk pada Nashrani Najran  dan Yahudi Yaman.
5)        Mengandung Pahala Yang Besar Bagi Amal Yang Kecil
Biasanya motif pemalsuan hadits ini disampaikan para tukang kisah yang ingin menarik perhatian para pendengarnya atau agar menarik pendengar untuk melakukan perbuatan amal sholeh.
Tetapi terlalu tinggi dalam membesarkan suatu amal kecil dengan pahala yang berlebihan, misalnya:
من صلى الضحى كذا و كذا ركعة أعطي ثواب سبعين نبيا
Barang siapa yang shalat dhuha sekian raka'at diberi pahala 70 Nabi




KESIMPULAN


Hadits maudhu adalah segala sesuatu yang tidak pernah keluar dari Nabi SAW baik dalam bentuk perkataan ,perbuatan atau taqrir, tetapi disandarkan kepada beliau secara sengaja ataupun tidak sengaja.
Sebagian ulama mendefinisikan Hadits maudhu’ adalah “hadits yang di cipta dan di buat oleh seseorang (pendusta) yang  ciptaannya itu dikatakan sebagai kata-kata atau perilaku Rasullulah SAW, baik hal tersebut di sengaja maupun tidak”.
Mereka membuat hadits palsu karena di dorong oleh sikap egois dan fanatik buta serta ingin menonjolkan seseorang, bangsa, kelompok, atau yang lain.



DAFTAR PUSTAKA

http://makalah07.blogspot.com/2012/09/hadits-maudhu.html





AS-SUNAH SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM

A.Pengertian As – Sunnah Sebagai Sumber Ajaran Islam
            Secara etimologis, kata al-sunnah berarti jalan yang ditempuh (al-thariqat atau al-sirat) atau adat kebiasaan (al-thariqat al-mu’tadat)., yaitu prilaku dan pola hidup yang telah mentradisi. Dalam pengertian ini, al-sunnah berarti semua perbuatan atau prilaku yang dikerjakan secara berulang-ulang sehingga menjadi kebiasaan seseorang. Misalnya, ada orang yang punya sunnah bangun tengah malam untuk shalat dan berdoa, ada pula yang suka tidur siang, bergunjing, duduk di warung kopi pada jam-jam tertentu, dan lain-lain.Bila dihubungkan dengan ajaran Islam, pengertian al-sunnah adalah keteladanan yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw. sebagai utusan Allah. Semua perbuatan dan sikap hidup Nabi Muhammad saw. menjadi model bagi pelaksanaan ajaran Islam, yang harus diteladani oleh setiap Muslim. Dalam Qs.Al – qalam ayat (4) Allah menjelaskan :
“Dan engkau Muhammad, sungguh memiliki akhlak yang agung
Lebih jauh, kata al-sunnah dipakai pula untuk pernyataan-pernyataan lisan yang pernah diberikan oleh Nabi Muhammad sebagai penjelas dari ayat-ayat al-Quran karena ia merupakan petunjuk dan aturan yang harus diperhatikan untuk mengatur jalan hidup seorang Muslim. Dalam pengertian ini, al-sunnah sesungguhnya adalah penjelasan yang diberikan oleh Nabi terhadap ayat-ayat al-Quran yang disampaikannya atau pengejawantahan dari ajaran al-Quran yang beliau bawa.Untuk pemahaman lebih jauh, perlu di ingat bahwa salah satu prinsip dalam aqidah Islam ialah keyakinan bahwa Allah Yang Maha Mencipta telah memberikan wahyu kepada Rasulullah kemudian di beritakan kepada seluruh umat manusia sebagai panduan untuk menjalani dan melaksanakan tugas-tugas kehidupan di dunia ini agar manusia dapat menjalani kehidupan di dunia ini sesuai dengan kehendak Allah swt yang menciptakannya.
B. Nabi Muhammad Sebagai Sumber Sunnah Dalam rangka menjadikan Rasulullah sebagai uswah hasanah, sebagaimana diungkapkan dalam ayat di atas—setiap muslim harus memahami betul tentang sumbernya. Sunnah Nabi adalah sumber uswah hasanah. Ia dapat diketahui melalui beberapa hal, yaitu: (1) Perkataan (Qawliyah), (2) Perbuatan (Fi’liyah), (3) Persetujuan (Taqririyah), (4) Rencana (Hammiyah), dan (5) Penghindaran (Tarkiyah).
Dalam kitab-kitab hadits sunnah qawliyah ini ditandai dengan kata-kata seperti Qaala, yaquwlu, qawlu, sami’tu yaquwlu.
Sumber sunnah yang kedua ialah fi’liyah, yakni perbuatan Rasulullah SAW yang dilihat oleh sahabatnya dan diceritakan kepada kaum muslimin dari kalangan tabi’in, kemudian disebarluaskan kepada generasi berikutnya hingga sampai kepada para penyusun kitab hadits. Kalimat yang biasa digunakan untuk menjelaskan sunnah fi’liyah ini adalah kaana Rasulullah (adalah Rasulullah), Ra-aytu Rasulullah (saya melihat Rasulullah). Sumber sunnah yang ketiga ialah taqririyah, yaitu perbuatan sahabat yang diketahui Rasulullah SAW dan beliau tidak melarangnya, kemudian peristiwanya diberitakan kepada kaum muslimin. Contoh sunnah taqririyah ini adalah pelaksanaan shalat qiyamu Ramadhan. Sumber sunnah yang keempat ialah hammiyah, yaitu rencana Rasulullah SAW, tapi belum sempat dilaksanakan. Contohnya adalah sunnah melaksanakan shaum pada tanggal 10 Muharram. Sumber sunnah yang kelima ialah tarkiyah, yaitu suatu perbuatan yang dimungkinkan untuk diperbuat Rasulullah SAW, dan beliau memerlukannya tapi beliau sendiri tidak melakukannya. Contohnya adalah Rasul menghindarkan diri dari menggunakan tenaga dalam (kesaktian yang bisa dipelajari) dalam peperangan, atau memanggil pasukan jin; beliau juga menghindarkan diri dari pengobatan-pengobatan supranatural.
<C. Kedudukan Fungsi As – Sunah Dan Kodifikasinya
            1. kedudukan fungsi sunnah                                                                    
a.         Fungsi Sunnah untuk Memahami Al Qur`an
 Firman Allah,
وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا…
“Pencuri laki-laki dan perempuan, potonglah tangan mereka…” (Al Maidah: 38).
Ayat ini merupakan contoh yang baik dalam masalah ini, karena kata pencuri dalam ayat ini bersifat mutlak, demikian juga tangan. Jadi, sunnah qouliyah menerangkan yang pertama (yaitu pencuri) dengan membatasi pencuri yang mencuri 1/4 dinar dengan sabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidak dipotong tangan kecuali mencapai 1/4 dinar atau lebih…” (HR Bukhori Muslim).Dan sunnah menerangkan maksud “tangan” dengan perbuatan beliau shollallahu ‘alaihi wa sallam, perbuatan shohabatnya dan kesepakatannya bahwa mereka dahulu memotong tangan pencuri pada batas pergelangan, dan tangan yang terlebih dahulu di potong adalah tangan kanan.
b.        Memberikan perincian (tafshil) terhadap ayat-ayat al – qur’an yang global (mujmal).
       Misalnya ayat-ayat yang menunjukkan perintah shalat, zakat, haji di dalam al-Qur'an disebutkan secara global. Dan sunnah menjelaskan secara rinci mulai dari syarat, rukun, waktu pelaksanaan dan lain-lain yang secara rinci dan jelas mengenai tatacara pelaksanaan ibadah shalat, zakat dan haji.
c.         Mengkhususkan (takhsis) dari makna umum ('am) yang disebutkan dalam al-Qur'an. Seperti firman Allah an-Nisa' : 11. Ayat tentang waris tersebut bersifat umum untuk semua bapak dan anak, tetapi terdapat pengecualian yakni bagi orang (ahli waris) yang membunuh dan berbeda agama sesuai dengan hadits Nabi SAW. "Seorang muslim tidak boleh mewarisi orang kafir dan orang kafir pun tidak boleh mewarisi harta orang muslim" (HR. Jama'ah). Dan hadits "Pembunuh tidak mewarisi harta orang yang dibunuh sedikit pun" (HR. Nasa'i).
d.        Membatasi (men-taqyid-kan) makna yang mutlak dalam (QS. Al-Maidah : 38).Yang artinya : "Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah SWT. Dan Allah Maha Perkasa Lagi Maha Bijaksana". Ayat di atas dibatasi dengan sabda Nabi SAW : "Potong tangan itu untukseperempat dinar atau lebih". Dengan demikian hukuman potong tangan bagi yang mencuri seperempat dinar atau lebih saja.
e.         Menetapkan dan memperkuat hukum yang telah ditentukan oleh al-Qur'an. Misalnya al-Hajj : 30.
... واجتنبوا قول الزور
Artinya : "… Dan jauhilah perkataan-perkataan dusta". QS. Al-Hajj : 30).
Kemudian Rosulullah SAW menguatkannya dalam sabdanya : "Perhatikan! Aku akan memberitahukan kepadamu sekalian sebesar-besarnya dosa besar! Sahut kami : "Baiklah hai Rasulullah". Beliau meneruskan sabdanya : "1. Musyrik kepada Allah SWT. 2. Menyakiti orang tua". Saat itu Rosulullah sedang bersandar, tiba-tiba duduk seraya bersabda lagi : "Awas berkata (bersaksi) palsu". (HR. Bukhori Muslim)

            2. Kodifikasi sunnah
Pertama sekali harus dipahami, bahwa sunnah adalah wahyu Allah Swt. kedua setelah Al-Quran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. karena Rasulullah Saw. tidak berbicara seenaknya atau menurut hawa nafsunya (An-Najm [53]: 3). Para ulama sependapat bahwa wahyu yang diberikan oleh Allah Swt. kepada Rasulullah Saw. itu ada dua; Al-Quran dan Sunnah.
Tidak sedikit orang salah paham terhadap waktu penulisan hadis. Banyak yang memahami bahwa kodifikasi sunnah dilakukan pada akhir abad pertama hijrah atau permulaan abad kedua hijriah. Sebenarnya kodifikasi itu sudah dilakukan semenjak Rasulullah masih hidup, bahkan dibawah pengawasan dan bimbingannya. Kodifikasi yang dimaksud disini tentu bukan penulisan seluruh hadis, karena perizinan penulisan tidak kepada sembarang orang. Bukan juga dipahami bahwa sunnah terbukukan rapi seperti Al-Quran, tapi hanya berbentuk lembaran-lembaran. Belum tersusun rapi seperti kitab Muwaththa’ punya Imam Malik atau Shahih Bukhari. Yang terpenting adalah bahwa penulisan sejak zaman Rasulullah sudah diizinkan. Sebagaimana yang maklum, bahwa metode pengambilan hadis adalah orally (musyâfahah), dari mulut ke mulut, karena para sahabat dianugerahi kekuatan hafalan yang luar biasa. Akan tetapi ada beberapa sahabat yang diziinkan menulis apa yang Rasulullah Saw. ucapkan. Bahkan penulisan pun dalam pengawasannya.
Rasulullah Saw. mengizinkan sahabat Abdullah bin Amr bin Ash menulis hadis, akan tetapi beberapa orang Quraisy melarangnya seraya berkata: Wahai Abdullah! Nabi adalah manusia, ia berbicara dalam keadaan ridla dan marah, maka janganlah kau tulis dari (perkataan) Rasulullah kecuali ketika dalam kedaan ridla. Abdullah bin Amr pun menghentikan aktivitasnya kemudian langsung mengadukan hal ini dan menanyakan kepada Rasulullah Saw. beliau menjawab: “Tulislah!, demi Allah tidak ada apapun yang keluar dari diriku kecuali yang benar.” Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Imam Hakim juga meriwayatkan tentang hadis ini dengan bahasa yang berbeda tetapi maknanya sama, keduanya hadis shahih, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Adz-Dzahaby. Adapun kodifikasi secara resmi, dilakukan pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, (Khalifah ke-8 dari kekhalifahan bani Umayyah). Melalui instruksinya kepada Abu Bakr bin Muhammad bin Amr bin Hazn (Gubernur Madinah) dan para ulama madinah agar memperhatikan dan mengumpulkan Hadits dari para penghafalnya.
            Khalifah mengisnstruksikan kepada Abu Bakar Ibn Muhammad bin Hazm (177 H) agar mengumpulkan hadits-hadits yang ada pada Amrah binti Abdurrahman al-Asy’ari (98 H, murid kepercayaan Siti ‘Aisyah) dan al-Qosim bin Muhammad bin Abi Bakr (107 H). Instruksi yang sama ditunjukkan kepada Muhammad bin Syihab Az-Zuhri (124 H) yang dinilainya orang yang lebih banyak mengetahui hadits dibandingkan orang yang lainnya. Peranan para ulama dalam mengumpulkan hadits sangat mendapatkan penghargaan dari seluruh umat islam khususnya Az-ZHuhri.
D.PENDEKATAN MEMAHAMI SUNNAH      
           
             Sunah dapat di pahami  dari beberapa aspek :
1.      Sunnah ditinjau dari aspek Tasyri
            Ditinjau dari aspek Tasyri, sunnah terbagi menjadi dua:Sunnah Tasyri dan Sunnah Ghair Tasyri.
Sunnah tasyri ialah segala perilaku Rasulullah yang berkaitan dengan hukum, sehingga menjadi syariat atau sumber nilai pokok setelah Al-Qur’an. Contoh sunnah Tasyri ialah segala perilaku yang disengaja Rasulullah SAW dalam shalat, ibadah haji, dan ibadah -ibadah yang lainnya. Jika perilaku itu tidak disengaja, maka tidak termasuk tasyri. Contoh: Jika pada suatu waktu Rasulullah bersin atau batuk dalam shalat, maka itu tidaklah termasuk syariah.
            Sedangkan sunnah ghair tasyri ialah segala perilaku Rasulullah SAW yang tidak berkaitan dengan hukum atau syariah. Perilaku Rasulullah SAW tergolong kepada ghair tasyri apabila memenuhi kategori berikut ini:

a.    Perilaku itu berkaitan dengan tabiat manusiawi. Misalnya makanan yang biasa dimakan Rasulullah adalah kurma, roti, daging kambing dan daging unta. Itu semua adalah kebiasaan Rasulullah yang berkaitan dengan tabiat manusiawi, karenanya tidak menjadi sunnah tasyri.

b.    .Perilaku itu terjadi tanpa ada kesengajaan, seperti bersin, batuk, berjalan, berdiri, duduk yang bukan dalam ibadah.

c.    Perilaku itu dikhususkan untuk Nabi. Contoh: shaum tanpa buka, nikah dengan wanita yang menghibbahkan diri tanpa mahar, beristri lebih dari empat.
2.      Sunnah ditinjau dari aspek Ta’abbudi
Ditinjau dari aspek ta’abbudi (ibadah), sunnah Nabi terdiri dari dua: Sunnah ta’abbudi dan Sunnah ghair ta’abudi. Sunnah yang bersifat ta’abudi ialah perilaku Rasul yang bersifat ritual atau upacara ibadah. Contoh: Gerakan dan bacaan shalat, gerakan thawaf, praktek sa’i, do’a makan, do’a naik kendaraan, do’a masuk WC, do’a hubungan suami istri, mengqasar shalat sewaktu musaafir.Sedangkan perilaku Rasul yang bersifat ghair ta’abbudi contohnya adalah frekuensi Rasul menggauli istrinya, mengganjal perut ketika lapar, melawan musuh dengan pedang, berkendaraan unta.
3.      Sunnah ditinjau dari Amar dan Nahy
            Sunnah terbagi dua, ada perintah (amar) dan ada larangan (nahy).Perintah pun terbagi dua, ada yang wajib dan ada pula yang bersifat anjuran.Perintah yang wajib misalnya perintah zakat, perintah taqwa, perintah iman, dll.Amar yang bersifat anjuran contohnya perintah qurban, perintah aqiqah, perintah sedekah.
            Larangan juga terbagi dua, ada larangan keras yang menunjukkan haram dan ada yang menunjukkan larangan ringan.Nahy yang keras seperti larangan zina, larangan ghibah, lerangan khianat.Nahy ringan seperti larangan minum dan makan sambil berdiri.


 




DAFTAR PUSTAKA

http://khairuddinhsb.wordpress.com/2007/12/08/sunnah-sumber-agama-islam/
h http://ipsb2011.wordpress.com/2012/04/19/menjelaskan-as-sunah-sebagai-sumber-ajaran-islam/
ttp://123456789jain.blogspot.com/2011/05/fungsi-hadissunah-terhadap-al-quran.html
http://misbakhudinmunir.wordpress.com/2010/07/13/sunnah-sebagai-sumber-agama-islam/

http://harakatuna.wordpress.com/2008/09/17/memahami-sunnah/

Cari Blog Ini

KATA - KATA MUTIARA

 Kata - Kata Mutiara Kata - Kata Mutiara adalah kumpulan kata - kata untuk  menstimulus seseorang merubah keadaan yang sedang di alaminya sa...